Wednesday, February 17, 2010

Kompetisi Website Kompas MuDa - KFC (3)

Halo halooo ini adalah hari terakhiiiiir buat ikutan Kompetisi Website Kompas MuDa - KFC yang diselenggarakan oleh : mudaers.com

Dengan senang hati dan senyum tersungging saya mempersembahkan tulisan saya (lagi) yang bertemakan
" Bangga Indonesia "

Punya Om atau Tante berkebangsaan Indonesia yang kuliah di luar negeri? Yang kerja dan mampu bertahan hidup disana? Apa itu Kakak mu? Saudara jauh mu? Atau jangan-jangan Orangtuamu? Siapapun itu, sekalipun dia bukan orang yang kita kenal. Kita patut turut berbangga. Kenapa?

Dari hasil sorotan media, dari acara – acara
talkshow yang memberi inspirasi di televisi, kita bisa sadar bahwa begitu banyak insan – insan berkualitas super hasil cetakan negeri ini yang bahkan bisa sukses hingga ke negeri orang.

Teman Om saya, adalah seorang kelahiran Jawa - Sunda berlatar belakang kondisi ekonomi yang payah namun
Alhamdulillah, Ia dikaruniai kecerdasan yang mumpuni.
Setelah lulus pendidikan formal dari SD hingga SMA beliau pun melanjutkan kuliah di salah satu Universitas Negeri tersohor di kota Yogyakarta dengan fasilitas beasiswa seratus persen. Setelah lulus mengantongi gelar S1 Manajemen, beliau mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan jenjang menuntut ilmunya ke tingkat S2 di
Melbourne Australia, kembali dengan fasilitas beasiswa seratus persen plus penanggungan biaya hidup. Di Melbourne sana, ia mengambil jurusan Desain Komunikasi Visual dan lulus dengan nilai nyaris sempurna. Sebelum kelulusan, beliau sudah diterima bekerja di sebuah perusahaan Advertising di negara Singapura, maka hanya selang beberapa hari setelah perayaan wisuda, beliau pun berangkat ke negeri tersebut.
Saat itu, Singapura sedang sepi wisatawan. Devisa negara menurun drastis akibat langkanya turis yang bertandang. Tugas berat pun menghampirinya sebagai seorang “ Tukang Promosi “. Dengan dana yang tersedia, beliau dipercaya untuk membuat kegiatan promosi besar – besaran dan terbukti berhasil. Lewat iklan,
billboard, strategi pemasaran di internet, dan media-media lain, dalam kurun waktu tiga tahun, teman Om saya itu berhasil membuat Singapura menjadi negeri wisata yang padat pengunjung, apartemen – apartemen disana laku keras, dan deretan sejumlah shopping mall nya tidak pernah kenal kata sepi. Seketika Singapura menjelma jadi salah satu negara di Asia Tenggara yang berdevisa paling tinggi. Terbukti? Bahwa insan hasil didikan negeri Indonesia ini, berhasil memajukan negara tetangga.

Lupa kacang akan kulitnya kah dia? Tidak, karena setelah kontrak kerjanya disana usai, ia akan kembali ke Indonesia dan berkeinginan menjadi pegawai negeri biasa-biasa saja yang mengabdi pada tanah air tercinta. Prinsipnya :
“ Kalau negara lain bisa, Indonesia pasti lebih bisa! “

Mengapa kebanyakan dari kita beranggapan bahwa jika semakin banyak orang Indonesia yang pergi menuntut ilmu di negeri orang adalah sama dengan membuktikan bahwa kualitas pendidikan di negeri kita tidak baik?. Padahal belum tentu begitu, contoh kisah teman Om saya itu bisa dijadikan teladan. Bayangkan, seorang anak dari pasangan petani yang sehari – hari hanya bergaul dengan padi, cangkul dan tanah, yang dari kecil sudah ikut Ibunya jualan sayuran di pasar tradisional. Yang sekolah dasarnya beratapkan jerami dan bocor saat hujan, dan yang saat kuliahnya hanya naik sepeda ontel ke kampus. Bisa menjadi seorang “ Pahlawan Modern “ yang berhasil memajukan sebuah negara besar. Contoh teladan yang gampang di cerna lainnya adalah, yang tergambarkan dalam kisah hidup seorang Andrea Hirata dalam Tetralogi Novelnya Laskar Pelangi. Sudah bertahun-tahun berkelana di luar negeri, mengunjungi berbagai negara, bertemu dan bergaul dengan orang – orang brilliant disana, mengukir sejarah prestasi yang amat membanggakan, toh ujung – ujungnya ia kembali kesini dan mengabdi pada jutaan masyarakat Indonesia dengan bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi besar yang melayani kebutuhan banyak orang.

Memang ada juga sih, beberapa orang yang justru lebih memilih menetap di negeri orang, dan malahan berpindah warga negara. Tapi ya, kalau yang satu itu sudah urusan nasib.

Artinya apa? Dalam kondisi negara kita yang seperti ini, yang sedang dirundung sekelumit persoalan. Para manusia – manusia, para ibu – ibu pertiwinya, tak henti – henti berhasil “ Memproduksi “ generasi penerus masa depan bangsa yang berkualitas unggulan.

Bahwa sebetulnya, tak terlalu begitu pengaruh kondisi ekonomi disini untuk menghalangi kemajuan jenjang dan taraf hidup seseorang berkebangsaan Indonesia.

Ada lagi. Pastinya kita sering mendengar dan mengikuti perkembangan para pelestari budaya ( dalam tulisan ini, saya ambil contoh para pengajar tari dan kesenian – kesenian tradisional Indonesia ). Coba intip keseharian mereka, sambil tetap mengembangkan bakat dan kemampuan yang mereka bisa, mereka pun sambil mengajar orang – orang lain baik di dalam Indonesia, ataupun diluar Indonesia. Dan bukan hanya orang Indonesia saja yang diajari, tapi turis luar negeri. Orang – orang dari seluruh belahan dunia, sangat tertarik hingga ingin memperdalam ilmu lewat belajar berbagai macam kesenian tradisional khas Indonesia.

Nah, mau bicara apalagi kalau orang – orang yang tidak lahir disini saja bersimpati penuh dan bangga sama kesenian Indonesia? Sementara kita memble – memble nggak berbuat apa – apa. Miris kan?




Kalau selama ini, kita sudah bangga tinggal di Indonesia yang tanahnya subur, makanannya enak – enak, objek wisatanya indah, dan keseniannya amat bagus dan beragam, maka sekarang kita juga harus tambah bangga dengan insan – insannya. Dengan sesama warga negara Indonesia. Karena sekarang juga suatu saat nanti, kita – kita inilah yang memajukan negara kita sendiri .


No comments:

Post a Comment