Tuesday, March 30, 2010

Keyakinan → Sebuah Cerita Pendek tentang Cinta dan Problematika

“ Ditya ‘tuh memang keren banget ya Sa. Secara postur tubuh dan tampang, secara prestasi, secara ke-eksisan dia di organisasi-organisasi social, huaaah dari segala aspek yang ada, kayaknya dia menang deh. “
“ Yeah, so? “ Anisa menimpali semua celoteh kak Sari dengan tatapan kosong-lurus kearah jendela bus kota yang malam itu rada lengang penumpang
“ Kok yeah doang Sa? Menurut kamu Ditya segitu kerennya apa nggaaaaaakk? “
“ Iya, keren “

***

Sudah setahun lebih Anisa mengenal Ditya, semenjak mereka berdua bertemu karena sama-sama menjadi volunteer di Organisasi Sosial “ Teens in Action “ – Sebuah organisasi social yang berisikan remaja-remaja kritis yang peduli terhadap isu-isu social terutama menyangkut aktifitas para remaja kurang mampu dan bermasalah di sekitaran Jabodetabek.

Mereka sama-sama duduk di bangku kelas satu SMA, di sekolah yang berbeda – Ditya di SMA BPK Penabur, sementara Anisa merupakan seorang siswi di SMA Muhammadiyah. Perbedaan yang begitu mencolok sudah terlihat jelas cuma dari sekolahnya saja kan? Tapi diluar perbedaan keyakinan antara mereka, Anisa dan Ditya adalah dua orang yang sangat akrab dan sulit dipisahkan. Bahasa klisenya, dimana ada Anisa disitu ada Ditya, dan dimana ada Ditya disitulah Anisa berada.

Namun… Sudah sekitar setengah bulan ini, kedekatan mereka mulai terasa merenggang. Dan semua teman di Organisasi pun tahu, bahwa Anisa yang sengaja menjauhi Ditya. Itu karena Anisa…
Telah jatuh cinta.

“ Gue nggak bisa gini terus nih! Nggak boleh… pokoknya nggak boleh! Gue harus mencegah mati-matian supaya jangan sampe ada kata terlanjur. Gue harus lupain Ditya! Harus ! Secepatnya! “ Anisa pun mulai menodai buku hariannya dengan huruf-huruf besar berwarna merah terang. Ia pun akhirnya menangis. Sesenggukan dibalik bed cover Minnie Mouse nya.

Rupanya kata-kata kak Sari di bus dua malam yang lalu itu masih juga exist terngiang-ngiang di benak Anisa. Harus diakui, Ditya adalah cowok yang nyaris sempurna bagi Anisa. Dia knowledgeable, humoris, smart, berprestasi, dan yang paling penting… “Satu Dunia” sama Anisa. Selama ini mereka nggak pernah bertengkar serius, malah cenderung selalu sepemikiran. Sepertinya, selama ini nggak ada yang bisa bikin nama Ditya “Cacat” di telinga Anisa, dan nggak ada pula yang bisa bikin Anisa benci sama Ditya. Kecuali… Anisa benci Ditya karena dia sudah membuat remaja manis itu jatuh hati.

Ditya dan Anisa sudah sama-sama kenyang dengan gossip perihal hubungan special mereka yang di lebih-lebih kan oleh para teman-temannya di basecamp. Mungkin dulu dia dirinya dan Ditya masih bisa menanggapi dengan tawa atau elakkan ringan. Tentu saja saat perasaan Anisa belum berlabuh ke lain dermaga, tentu saja itu sebelum Ditya belum menjadi se-special seperti saat sekarang.

Kalau saja Anisa bisa marah pada Tuhannya, mungkin hal itu sudah dilakukannya semenjak dua bulan lalu. Dia bisa saja marah sejadi-jadinya pada Allah karena mengapa harus Ditya yang dia suka? Kenapa cowok serba bisa itu harus Ditya? Kenapa dirinya lemah dan akhirnya termakan omongannya sendiri, bahwa nggak akan jadi suka beneran sama Ditya? Dan.. kenapa Ditya dan dirinya harus berbeda Tuhan?

Dulu, Anisa selalu nggak suka dengan kisah percintaan beda agama yang dijalani oleh teman-temannya di sekolah. Dia selalu bilang : “Kalau dari awalnya kita udah beda keyakinan, seterusnya nggak akan ada kata cocok. Jadi, daripada kepalang nyebur mendingan cegah buru-buru deh. Susah plus ribet kalau udah cinta sama orang yang telak berbeda! “

Lalu sekarang? Omongan itu menjadi kenyataan. Hal yang ribet itu, menimpa si pembicara dengan tanpa permisi.

***

Nisadordordor : Gue nggak pernah minta buat suka sama dia Rin… Gue sama sekali nggak pernah order sama hati gue, dan minta semua perasaan ini! Hiks…

Rincess : Nah justru karena lo nggak pernah minta Sa… Jadi semuanya jadi kenyataan. Cinta tuh datang nggak diundang Sa… Nggak dipesen kayak lo pesen pizza… Ya udah sih, tinggal jalanin aja.

Nisadordordor : Jalanin kepala lo kejedot truk sampah??? Ya nggak bisa lah Rin, nggak akan bisa!

Rincess : Nggak ada kata nggak bisa Sa, di dunia ini…

Nisadordordor : Untuk yang satu ini, ADA! ADA Rin !!!

Nisadordordor : Gue nggak booleh jatuh cinta sama Ditya Rin, nggak boleeeh!!

Rincess : Siapa yang ngelarang deh?

Nisadordordor : BOLOOOOTT!! Bakalan ribet tau urusannya Rin. Gue bakalan lebih sakit nantinya. Ngejalanin yang salah itu nggak boleh kan?

Rincess : NYANTAI KEK ! Siapa yang bilang nggak boleh? Lo kan belom nyoba, mana bisa tahu itu ribet atau nggak…

Nisadordordor : Nyoba…nyoba… lo pikir cinta ‘tuh tester parfum di toko? Ini nggak main-main Rin… Gue sama dia nggak akan bisa bersama. Nggak akan…

Nisadordordor : Lo belajar Agama Islam kan Rin? Hubungan percintaan beda agama itu dilarang! Itu haram! Dan mending lo bunuh gue aja daripada gue harus ngejalanin segala sesuatu yang udah jelas-jelas dilarang agama..

Rincess : Denger ya nona manis… Gue nggak nyuruh lo besok kawin sama si Ditya kan? Gue nggak lagi nelpon penghulu atau sediain tiket pesawat ke Australia buat pernikahan kontroversial kalian kan? Gue cuma bilang JALANIN AJA. Jangan dijadiin beban. Biar waktu yang jawab semuanya. Pastinya bakalan ketemu akhir yang baik buat lo berdua. Oke sayaang?

Nisadordordor : Tapi gue bingung harus gimana… Gue bener-bener takut. Gue……

Rincess has signing out and offline.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


“ Emang rese tuh bocah! Gue belom kelar curhat, malah offline Messenger tiba-tiba… Nyebeliiiiiiiiiiiin !!! “

“ Tringtrungtrengtrengtrung… “ Nada dering handphone pun menghentikan ocehan Anisa.

“ Besok kamu dateng rapat akbar volunteers kan Sa?
Jangan tidur malem-malem tuh kamu… Besok rapat mulai jam 8 pagi lho….
See you,tomorrow … “
Sender : Ditya Tjandra


Anisa tertegun sesaat membaca pesan singkat dari Ditya itu. Bimbang antara mau membalasnya atau tidak. Dan akhirnya Ia memilih untuk membenamkan handphone-nya ke balik bantal dan meletakkan kepala diatasnya, menghela nafas panjang, kemudian berusaha memaksa mata serta hatinya agar pergi tidur.

***

Rapat besar di markas “ Teens in Action “ pun usai bertepatan dengan jam makan siang dan waktu shalat dzuhur.

“ Sa, sholat bareng yuk! “ Ajak kak Sari.

“ Nggg… aku lagi nggak sholat kak. “ Anisa menanggapi malas dengan tetap meletakkan dagunya diatas meja.

“ Lagi dapet? Hmm.. tumben ya kita nggak barengan. Ya udah, aku sholat dulu ya! “

Oke. Anisa bohong. Dia bukan lagi mengalami “takdir bulanan” melainkan lagi malas. Malas ibadah dan bertemu Tuhan. Lagi bingung mau minta apa lagi sama yang Di Atas.

“ Sa, mau roti nggak? Aku bawa isi susu kesukaan kamu nih… “ Tiba-tiba Ditya menghampiri remaja berambut panjang itu sambil menyodorkan kotak bekal berisi roti

“ Nggak… “ Dan Anisa pun malah melengos pergi

Ditya mengejar hingga ke teras

“ Kamu kenapa sih Sa? Udah lebih dari dua minggu ini kamu begini ! Kamu lagi ada masalah ya? Apa? Cerita lah sama Aku… “

Anisa menghentikan langkah, dan duduk di kursi kayu. Menatap ke bawah. Diam.

“ Sa,.. “

“ Gimana Aku bisa cerita soal masalah yang lagi Aku alami sama orang yang justru penyebab semua masalah ini?! Hah?!! “ Dan diam itu mengaku kalah oleh ledakan tangisan Anisa yang sebetulnya sudah sedari tadi menyesaki kantung mata.

“ Apa?!! Pura-pura nggak ngerti kamu Dit?! Kaget?!! Kamu yang bikin aku jadi begini! Kamu!! “

Ditya memegang pundak Anisa dan menatap matanya dalam-dalam

“ Kenapa Aku yang Kamu salahin? Masalah kita saling suka, bukan sepenuhnya salah Aku Sa ! “

Jawaban Ditya terang saja mengagetkan Anisa. Saling suka? Berarti….

“ Kita nggak bisa Dit, ini semua nggak boleh…. Aku… “ Anisa masih tetap sesenggukan dan hanya menatap lantai

“ Apanya yang nggak bisa sih, Sa? Kita belum coba… Kita belum coba jalanin semua ini, tanpa harus terganggu karena masalah perbedaan keyakinan… “

“ Belum? Aku nggak mau Dit! Aku nggak mau coba-coba untuk urusan sepenting cinta! “

“ Denger ya Sa… Kamu sendiri yang pernah bilang sama Aku dulu. Cinta itu nggak akan ribet, kalau kita nggak bikin ribet cinta itu sendiri. Aku sayang sama Kamu Sa. Aku sadar mungkin masalah keyakinan bakalan terus jadi portal baja yang menghalangi hubungan kita. Tapi… Bukan berarti hal itu menutup semua jalan Sa…. “

Dan suasana di teras itu pun, melumer. Nggak sepanas sebelumnya

“ Ngg… Maksud Kamu? “

“ Kita nggak lagi dikejar deadline untuk lekas membuat judul buat kisah kita Sa… Kita juga nggak punya kewajiban untuk itu… Aku rasa, kalau kita jalanin semuanya murni karena rasa. Tulus tanpa terpaksa. Tuhan pasti bakalan kasih yang terbaik… Kita masih bisa tetep deket tanpa harus pacaran kan Sa? Kita masih bisa tetep sahabatan dan anggap semuanya baik-baik saja kan Sa? “

Dengan berat, Anisa pun menjawab

“ Iya, bisa. “

Akhirnya mereka pun berpelukkan erat. Meski sekilas semua telah selesai. Tapi belum bagi Anisa. Perasaannya. Perasaannya masih ragu. Apakah bisa, Anisa menghapus rasa suka dan cintanya pada Ditya? Apakah Anisa rela “cuma bersahabat” dengan Ditya?

***

“ Dear, Anisa…
Dua hari yang lalu, aku baru saja lepas landas menuju belahan dunia lain Sa. Amerika.
Aku sengaja nggak kasihtahu kamu karena aku tahu ini pasti akan sangat berat. Bukan hanya kamu. Tapi Aku juga merasa demikian.
Aku tahu, ada banyak hal penting di Indonesia yang aku tinggalkan. Termasuk cinta dan perasaan Ku.
Aku harap kamu kuat ya Sa. Aku harap kamu bisa dengan baik menjalani kehidupan di luar sana, tanpa pengawasan aku.
Untuk tiga tahun kedepan, mungkin kita nggak bisa se-intens berkomunikasi kayak sebelumnya. Selain kita berbeda zona waktu, berbeda pola hidup, aku juga disini sibuk membantu mengurus bisnis Ibuku…
Aku sayang kamu Sa. Cuma itu satu-satunya yang bisa aku janjikan saat ini.
Yakinkan diri kamu, kalau kamu bisa menghadapi semua hal.
Karena kehidupan ini ada, atas sebuah keyakinan.
With a lotta love,
Ditya Tjandra “


“ Aku juga yakin, kalau perasaan ini bakalan tetap sama, paling tidak sampai Kamu kembali Dit… “

Bisikkan lirih itu pun meluncur pasti diikuti dengan pendar cahaya lampu jalanan Ibukota yang terasa sangat menyilaukan malam suram itu.


~ Mungkin Tamat ~

Cerita ini terinspirasi dari kisah sahabatku Natiqoh Restia Abadi yang sedang menjalani hubungan pacaran beda agama... Inget ya, nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini. Apalagi untuk sebuah kisah cinta :)

Cerita ini juga adalah hasil pemikiran panjang saya sama sahabat saya Floria Zulvi, yang sedang dalam dilemma akibat jatuh cinta dengan orang yang juga beda agama. Semangat Flor ;)

Makasih buat Mama, Afra,Aquino, Kak Indah ,Ka Ismi, Agrita, Bimo, Destina, Flori, Sherly, Oswald, dan semua teman-teman tercintaku yang senantiasa menginspirasi. I always ❤ you

No comments:

Post a Comment