KOMA
Aku berjalan menyusuri tapak-tapak batu putih yang tampaknya khusus disediakan untukku. Aku tak sedih, juga enggan berbahagia. Tenggorokkan ku kering sekali,sekering lambung ku yang mulai mengunyah dirinya sendiri karena tidak ada bahan yang lain untuk dimakan. Aku lelah,bingung karena mengapa tiba-tiba bisa terdampar disini. Aku menyebut dunia yang kini ku pijak dengan sebutan dunia putih, karena disini semuanya serba putih. Pohon,jalanan,bangunan,batu,bahkan langit pun berwarna putih. Tak kutemukan satu benda pun yang berwarna semuanya putih seperti baru saja tertumpah berton-ton air kapur kental. Aku lupa namaku dan mengapa aku disini. Yang aku tahu hanyalah,aku adalah seorang mahasiswa Tehnik Sipil yang sedang menyelesaikan skripsi. Perasaanku hampa,kosong,habis terkuras sekosong pemandangan di dunia putih ini.
Di kejauhan,aku melihat sesosok anak kecil berkepala plontos yang sedang berbicara sendiri. Penasaran,aku pun menghampirinya tanpa ragu. “ Dik, sedang apa kamu? “ tanyaku. Si anak botak itu tak menjawab,ia malah tak memalingkan muka sedikitpun ke arahku. “ Dik, siapa namamu? “ ulangku. Si anak botak itu tetap tak bergeming,ia masih dan bahkan makin asyik mengobrol sendiri dengan bahasa yang sedikitpun tidak ku mengerti. “ Halo Dik,sedang apa kau disini? Orangtua mu mana? “ tanyaku lagi kali ini dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya. Percuma,anak itu tetap asyik dengan dunianya sendiri dan malah berjalan pergi meninggalkan ku. “ Aneh. “ gumamku.
“ Aku lapar…Ada yang mau menolongku? Aku tersesat disini… “ berulang-ulang aku meneriakkan kalimat yang sama berharap ada orang lain selainku dan anak botak gendeng itu di dunia putih ini. Tapi sia-sia saja,boro-boro manusia,lalat atau semut saja tak seekorpun ada. “ Ya Tuhan… Aku dimana ini? Berikanlah aku petunjuk pulang,aku harus segera kembali ke kampus. Hari ini aku harus mendapatkan tanda tangan Dosen… “ aku mengadah menatap langit yang putih tanpa reaksi.
***
Aku terkulai lemas menyandarkan selembar punggungku ini pada tembok yang bersih. Baru saja aku mau memejamkan mata,sebuah suara membangunkanku. “ Anak muda, sedang apa kamu disini? “ di depanku terlihat sesosok Kakek tua berjenggot lebat yang bersuara merdu seperti bunyi harpa di tengah gurun pasir. “ Saya tersesat Kek… “ jawabku terbata-bata saking lemas. “ Darimana asalmu? “ belum sempat aku menjawab pertanyaan kedua dari Kakek,kepalaku terasa sakit sekali. Sakit tak tertahankan yang membuatku meraung-raung. Tapi,tiba-tiba di depan mataku aku melihat diriku sendiri memakai pakaian rapih mengenakan ID card bertuliskan Hasan. Dalam gambar itu aku sedang menangis,menangis sesenggukkan tak henti-henti. Di pangkuanku, Feby seorang wanita cantik yang aku baru ingat dia adalah kekasihku. Wajah Feby sudah pucat pasi,dari hidungnya tak kudapatkan lagi hembusan nafas. Aku semakin kencang menangis. Tiba-tiba gambar berganti,kali ini memperlihatkan suasana di rumahku, Aku dan Ibu sedang bertengkar hebat tak tau karena apa. “ Kalau kamu begini terus,Ibu lebih baik mati Hasan! “ sepenggal kalimat Ibu yang sempat aku dengar dari gambar itu sebelum berganti menjadi suasana kampus yang hiruk pikuk aku dan teman-teman geng motorku sedang asyik merokok hebat layaknya lokomotif. Kami terlihat sangat bahagia dan lepas. Sepertinya tak ada beban seujung kuku pun yang hinggap di otak kami. Dengan cepat,gambar berganti lagi menjadi suasana di pemakaman yang penuh dengan isak tangis dan jeritan duka mendalam. Siapa yang meninggal fikirku. Perlahan gambar di depan mataku yang mengiringi rasa sakit di kepalaku memudar,semakin pudar,amat samar dan kemudian menghilang bersamaan dengan hilangnya pula sesosok Kakek yang barusan berbincang denganku. Selanjutnya,hanya gelap dan sunyi menemaniku.
***
Suara motor teramat kencang dan garang membangunkan sekaligus memekakkan telingaku. Aku menoleh ke kanan. Aku kaget bukan kepalang. Aku tak percaya kalau disampingku terdapat motorku! Motor besar berwarna merah yang biasanya aku pakai balapan liar. Aku tak peduli siapa yang menaruhnya disitu. Aku langsung menaikki motor kebangganku dan berniat ingin langsung tancap gas. Tapi,motorku malah mati dan tidak bisa dinyalakan kembali. Sial,kuncinya nggak ada! Di baju dan di sekitar motor pun tak ada. Lalu bagaimana caranya agar motor ini dapat berjalan dan membawaku pulang?! Secara tiba-tiba diringi rasa tidak percaya, motor berikut aku yang telah duduk diatasnya terbang perlahan menuju langit luas. Iya! Terbang seperti di film-film fiksi. Aku dibawa motorku melintasi langit,menembus gumpalan-gumpalan awan yang menggemaskan. Lalu, “ Sandra?! “ di depanku Sandra melayang-layang dengan ekspresi geram menatapku. Tak hanya itu,ia mendorong motor yang aku naiki dengan keras sehingga aku melesat mundur jauh ke belakang. Setelah keadaan motorku mulai seimbang,di depanku terdapat Yuli yang juga melayang-layang menghalangi laju motorku. “ Yuli?! “ mata Yuli melotot marah ia juga melakukan hal yang serupa dilakukan Sandra mendorongku dengan keras membuat aku dan motor ku kembali terpelanting ke belakang. Mengejutkan! Di depanku telah berbaris sebelas orang wanita yang merupakan mantan-mantan kekasihku dari jaman SMA. Mereka semua menatapku dengan penuh dendam,amarah dan kesal telah memenuhi benak mereka yang terlihat sangat benci padaku. “ Mau kalian apa?! “ tanyaku pada mereka. Hening,tak ada satu pun yang menjawab. “ Mau kalian apa?! “ seruku mengulang pertanyaan yang sama. Tetap tak kudengar jawaban. “ Hei! Mau kalian tuh apa sih?! Tolong jangan halangi jalanku! Minggiiir…. “ kataku mengusir mereka. Bukannya menyingkir,mereka malah semakin memelototiku dan seperti di komandokan mereka semua merentangkan tengan serempak dan mendorongku jauh lebih keras ke belakang dan…
“ Tolooooong!!! “ teriakku membangunkan Ibu yang tertidur diatas perutku. “ Alhamdulillah,Dokteeer anak saya sudah sadar dari koma…Dokteeer Susteeer “ tak kuduga,aku kini berada di sebuah kamar Rumah Sakit bersama Ibuku. Setelah Dokter pergi sehabis mengecek keadaanku dan memberiku obat,aku bertanya pada Ibu “ Bu…kenapa aku ada disini? “ “ Hasan,kamu itu masuk Rumah Sakit,kamu Koma sehabis kamu ditemukkan Om Derry di kamar Kos nya nak Jono. Kamu… kamu mabuk-mabukkan disana Hasan… “ jawab Ibuku sambil berurai air mata. “ Hah?! Mabuk-mabukkan?! “ tanyaku. Ibu mengangguk pelan dan terus menangis. Aku baru ingat,semalam aku dan teman-teman se-geng memang sedang merayakan kemenangan geng balap motor kami dengan cara mabuk-mabukkan di Kosan nya Jono….
Aku beranjak dari tempat tidur,melepas infuse dan berjalan keluar tanpa mempedulikan Ibu yang mencegahku. Aku harus bertemu Yuli,Sandra dan semua perempuan yang ada dalam komaku,aku harus minta maaf karena selama ini aku sudah memainkan perasaan mereka. Sudah menguras uang mereka dan bahkan hampir merusak kehidupan mereka dengan perilaku super brengsekku. Tiba-tiba dari arah kanan sebuah mobil melaju kencang kearahku.
Dunia gelap. Koma lagikah aku???
aduuh , hahah aku kira dia bener2 udah sembuh , eh akhirnya mati lagi , atau koma yaa ? terusin yang ini ajah yang part 2 nyaa yaak !
ReplyDeletehehehe
ReplyDeletemati or koma aku sendiri gak tau...ahahaha
insyaAllah yaa melceee :))