Sunday, August 2, 2009

kisahku seorang sipir (cerpen)

kisahku seorang sipir

Nama saya Novi,saya adalah seorang sipir penjara anak yang ditugaskan di Cimareme,Bandung sejak tiga tahun yang lalu. Saya adalah seorang janda berusia tiga puluh tiga tahun yang hidup sendiri semenjak Suami saya yang seorang Polisi meninggal dunia karena dibunuh seseorang lima tahun yang lalu. Di penjara anak pertama di Indonesia ini,saya menjaga atau menangani sekitar seratus orang anak dan remaja laki-laki dan perempuan usia sepuluh sampai delapan belas tahun yang memiliki catatan kriminal dalam hidupnya. Kasusnya bermacam-macam,ada yang membunuh teman sekolah sendiri karena tawuran,ada yang membunuh penjaga sekolah saat hendak mencuri kunci soal ujian,ada yang memperkosa adik tiri sendiri,penyalah gunaan narkoba,dan lain sebagainya. Setiap hari,di Blok.C ini,dari jam tiga sore sampai jam tiga pagi esok harinya saya yang mengurus mereka semua. Mulai dari urusan makan,olahraga,kesehatan,dan sekaligus menjadi concealer bagi anak-anak yang ingin curhat. Sebagian anak memang bertingkah laku baik selama ini,tapi tak sedikit juga anak-anak yang kurang ajar terhadap para sipir-sipir wanita di penjara ini.

***

“ Willy! Kamu ini nggak sopan ya! Sudah berapa kali saya bilang,jangan kurang ajar! Heh,kamu tuh sudah bagus ya dikasih makan sama diurus segala sesuatunya disini. Tapi jangan ngelunjak dong! Sekali lagi kamu bertindak kurang ajar sama Bu.Ida atau pun sipir-sipir wanita yang lain,saya akan minta Pak.Kepala memindahkan kamu ke ruang bawah tanah. Mau kamu?!!! “ Willy anak paling bandel di Blok.C,hanya mengangguk pelan dan kabur bersama teman-temannya. Itu anak emang bener-bener nggak bisa dikasih tau,udah lima kali dia dengan sengaja mengangkat rok sipir wanita,dan sudah lima kali juga kami memberi dia hukuman membersihkan seluruh toilet di penjara ini sendirian. Tapi dia tetep aja nggak kapok-kapok. “ Bu Novi,dipanggil Pak.Kepala sekarang. Katanya ada anak baru yang harus ditangani. “ Diana salah seorang petugas kebersihan di Blok.C ini memberi tahu ku untuk menemui Pak.Kepala sekarang.

“ Siapa nama kamu? “ tanyaku pada seorang remaja laki-laki berusia sekitar tujuh belas tahunan di depanku yang katanya semenjak menyerahkan diri enggan berbicara sepatah kata pun. Penampilan anak itu sangat tidak karu-karuan,di tangan dan kakinya terdapat banyak sekali bekas parutan luka. Salah satunya mungkin bekas luka bacokan. “ Bicara saja Dik,disini tidak akan ada satu orang pun yang akan menyakiti kamu. Nama kamu siapa Dik? “ tanyaku lembut sambil mengusap-usap kepala anak itu. Di wajahnya,tidak sedikitpun mencerminkan raut muka sedih ataupun kesal. Ini membuatku bingung,anak ini tidak bisa bicara atau tidak mau bicara? “ Ya sudah,kalau kamu belum mau menyebutkan nama kamu. Mungkin kamu masih merasa asing disini. Begini saja,Ibu akan memanggil kamu dengan nama…Raka. Bagaimana? “ anak itu tetap tak bereaksi. “ Ya sudah,sekarang Ibu siapkan pakaian dan tempat tidur kamu dulu. Jadi,nanti setelah bersih-bersih kamu bisa langsung istirahat.Ya? mari ikut Ibu,Ibu tunjukkan kamar mandinya. “ ajakku. “ Terima kasih “ anak itu akhirnya,menjawab meski hanya sebuah kalimat standar. Berarti anak itu memang bisa bicara,hanya saja mungkin karena masalah yang sangat berat mengakibatkan dia cenderung pendiam. Raka anakku,maaf ya Ibu meminjam namamu untuk anak itu…

***

Seminggu telah berlalu semenjak kedatangan anak itu di penjara ini. Tapi hingga saat ini dia enggan berbicara dengan siapapun. Dia belum mau mengenalkan dirinya apalagi menceritakan mengapa ia menyerahkan diri ke Polisi. Jika hari conseling tiba,dia hanya duduk di pojok dan memperhatikan teman-teman satu selnya bercerita tanpa memberi tanggapan atau respon sedikitpun. Sepertinya ia hanya mampu mengucapkan satu kalimat saja,yaitu : “ Terima Kasih “ itu pun dengan ekspresi hampa dan tatapan nanar.

“ Bu,saya ingin bicara… “ ujar anak itu tiba-tiba. “ Eh,iya…silahkan mau bicara apa? “ aku pun langsung duduk di hadapannya dan siap mendengarkan ceritanya. “ Jadi…lima tahun yang lalu,saat saya berumur dua belas tahun,keluarga saya tertimpa masalah yang cukup rumit. Ayah saya yang seorang Polisi,tiba-tiba memutuskan untuk pensiun dini. Tentu saja hal itu tidak disetujui oleh saya dan Ibu saya. Hingga akhirnya,kejadian di malam yang mencekam itu terjadi,… “ aku memotong ceritanya, “ Orangtua kamu bertengkar hebat,lalu…lalu kamu menikam Ayahmu dengan pisau hingga tewas. Iya kan? Begitu kan kelanjutan kisah kamu? MasyaAllah,Raka kamu kemana saja selama lima tahun terakhir ini? Kenapa kamu nggak temuin Ibu? Ibu itu sangat mengkhawatirkan kamu nak… “ ucapku berurai air mata,dan langsung memeluknya. Tapi anak itu malah berontak,melepaskan pelukkanku, berlari ke pojok sel,meringkuk dan menangis meraung-raung sejadi-jadinya. Sementara aku,masih terduduk,terdiam,dan terpaku tak percaya. Aku tak menyangka anak itu benar-benar anakku Raka yang menghilang entah kemana lima tahun yang lalu tepat seusai Raka menikam Suamiku malam itu. Saat pertama anak itu datang kemari,aku memang merasakan sesuatu yang berbeda padanya. Aku sempat beranggapan kalau anak itu adalah anakku Raka,namun kalau ia memang anakku mengapa ia jadi seperti ini? Mengapa ia jadi sangat berbeda baik penampilan maupun sikap dari Raka saat berusia dua belas tahun. Aku langsung menepis anggapan bahwa ia anakku karena satu hal,aku sudah sekian lama mencarinya hingga pihak Kepolisian angkat tangan mencari Raka,mereka mengatakan Raka sudah meninggal atau sudah tidak lagi berada di Indonesia. Hatiku hancur saat itu,aku tidak tau lagi harus seperti apa aku harus menjalani hidup ini. Oleh karenanya,aku melamar bekerja untuk menjadi sipir di penjara anak ini tiga tahun yang lalu,karena aku berharap,disini aku bisa mengurus anak-anak seperti aku mengurus anakku sendiri,Raka.
***
Lima tahun yang lalu.

Malam itu,Raka sedang belajar di kamarnya. Sementara aku sedang berbincang serius dengan Ayah Raka mengenai keputusannya untuk pensiun dini dari Kepolisian karena ingin berpoligami. Saat itu aku tentu saja sangat tidak setuju,aku menentang habis-habisan keinginan Suamiku. Mula-mula kami hanya betengkar mulut,tapi lama-kelamaan Suamiku malah mendorongku ke tembok dan membenturkan kepalaku berkali-kali sambil terus berbicara kasar terhadapku. Aku sama sekali tidak bisa melakukan perlawanan. Suamiku terus menyiksaku,menampar,memukul,menendang semua iya lakukan untuk melampiaskan kemarahannya. Tiba-tiba dari arah dalam Raka datang dengan sebilah pisau ditangannya ia mengarahkan pisau tajam itu pada sang Ayah yang berdiri membelakanginya,aku sudah berusaha mencegah kejadian tragis itu,tapi semua terlambat Raka sudah terlanjur menancapkan pisau itu ke punggung Ayahnya. Suamiku jatuh dan tewas seketika.Sementara Raka berlari keluar. Aku bingung setengah mati saat itu aku tidak mencegah Raka pergi juga tidak menangisi kepergian Suamiku. Aku hanya terdiam seribu bahasa.
***

Di pojok sel,anakku Raka masih terus menangis. Begitu juga denganku,aku menangis bukan karena sedih,tapi aku menangis karena bahagia. Aku bersyukur karena Tuhan akhirnya mengabulkan doa-doaku selama ini. Doa yang selalu aku panjatkan di dalam penjara nan indah ini.

2 comments:

  1. hihi... ternyata oh ternyata gue gak ngerti..! jiaakakakkaaa..

    nes, mampir donk ke blog gue, ada artikel baru judulnya " pasang iklan gratis di facebook"

    mampir yah, sekalian add facebook gue, hihi...

    ciluk ba... dadah..!

    jiaaakakakkaaa...

    ReplyDelete
  2. apanya yg gak ngertii?
    cerpennya? hahaaha

    siplah

    ReplyDelete