Monday, December 20, 2010

Jiper dan Gender



Oke, entah kenapa judulnya jadi jayus begini. Biarin, biar jayus yang penting bukan Gayus, ya nggak ya nggak? Biarkan Beliau tenang di alam penjara sana ya, semoga enggak nyuap lagi lalu kabur nonton Final AFF minggu depan. Amin.

Hup ! Mari konsentrasi terhadap apa yang sebenarnya mau kamu tulis ya Nies :p

Seminggu yang lalu saya dan salah satu sahabat perempuan saya (kalau yang rajin buka twitter saya atau suka baca inbox handphone saya pasti tau, yang mana orangnya XD) mampir ke sebuah tempat nongkrong khas anak Jakarte bernama Seven Eleven, karena kantor kita berdua letaknya di Tendean, so, kita mampirnya ke Seven Eleven cabang Mampang.

Saya yang kala itu memang butuh curhat ngangguk-ngangguk aja nurutin teman saya itu buat nongkrong di SeVel (ditraktir secangkir Teh Tarik pula, hehe).
Obrolan sore yang tergelar antara saya dan teman saya itu awalnya ringan, sebatas membicarakan teman yang nggak konsisten sama kerjaan, dunia kampus, kesibukkan, dan betapa butuhnya kita sama yang namanya LI-BU-RAN. Namun, lambat laun sesi chit-chat itu berubah menjadi sesuatu yang heavier, what was that?

Saya berceloteh tentang beberapa dilemma yang sedang saya alami beberapa minggu ini, pertama masalah keluarga, mimpi, dan keheranan.

Saya sempat heran pada diri saya sendiri yang belum kunjung punya pacar. Lalu, saya lemparkan pertanyaan
" Kira-kira, kenapa ya gue kok nggak dapet-dapet pacar? "
" Banyak temen gue yang bilang karena cowok-cowok disekitar gue jiper alias parno sama gue, apa iya tah gue seserem itu? "

Teman saya menunjukkan ekspresi agak bingung yang lucu, kemudian mengambil sebuah keping potato snack dan mulai membuka mulut *

Dia : " Jiper? Maksud Lo? "

Saya : " Iya, jadi nih pernah ada dua teman cowok gue yang bilang bahwa awalnya mereka pernah punya ketertarikkan untuk deket sama gue, tapi nggak jadi karena ternyata gue adalah sosok cewek yang complicated dan berat untuk ditaklukkan... "

Dia : " Complicated karena kesibukkan dan lika-liku hidup lo? Gitu maksudnya? "

Saya : " Mungkin.... "

Dia : " Aneh ! Padahal biasanya nih, kalo gue sebagai seorang cewek, malahan makin penasaran sama cowok yang agak 'nggak biasa' kisah hidupnya "

Saya : " Iya gue juga !, berarti ini ada relasi Gender nih, budaya, cap, dan asumsi... "

Dia : " Yup ! "



~~~

Setelah hari itu, saya jadi mulai berfikir :

Apa yang menyebabkan orang berasumsi seperti itu? Mengapa mereka menyamaratakan bahwa perempuan seperti saya adalah ribet dan sulit ditaklukkan? Dan, memangnya 'dekat' berarti 'menaklukkan?

Akhirnya saya pun mulai melakukan riset kecil-kecilan mengenai hal ini, saya browsing ke beberapa forum, baca-bacain rubrik curhat di majalah online, blog, atau discussion thread, dan chatting sama salah satu teman saya yang lumayan punya banyak pengalaman berkaitan dengan ini.

Hasilnya?

Kebanyakan laki-laki itu pengennya punya pasangan yang bisa mereka bentuk, bisa mereka set sesuai keinginan mereka. Jadi, kalau sekiranya ada cewek yang kelihatan 'keras' atau punya karakter lah gitu, mereka agak-agak males ngedeketin karena takut si cewek itu sulit dibentuk.

Se-tega itu? Jahat amat sih !

Ya nggak jahat-jahat amat sih, sebetulnya. Menurut saya, mereka kayak gitu bukan karena mereka pure mau jadi seperti itu. Ada pengaruh budaya dan dekonstruksi sosial disitu. Ya, seperti kalian tahu kan, selama ini laki-laki tuh terkenal harus macho, harus juara, dan nggak boleh kalah. Nah, ini ngaruh nih ke point yang coba gue angkat ! Karena keharusan-keharusan yang nggak tau munculnya darimana itu, mereka jadi kebawa kayak gitu. Mereka jadi merasa ya memang seharusnya jadi laki-laki tuh kayak gitu. Sehingga, kebanyakan dari mereka memilih untuk nurut, dan ingin jadi 'pembentuk'.

Terbukti kan, masalah gender bukan cuma buat perempuan aja? Laki-laki juga punya peran sebagai pelaku dan korban, lho...

Padahal nggak semua laki-laki nyaman dengan cap-cap "harus" diatas, ada (mungkin banyak) kok laki-laki yang sebenarnya nyaman-nyaman aja dekat dengan cewek mana aja, seperti apa aja, seberantakan apa hidup dan gayanya. Cuma, karena lingkungan yang mencekoki dia, akhirnya dia luluh juga. (Kalau ada yang teryata nggak luluh, segera hubungi saya ya ;p)

Kalau kasusnya seperti itu, ini merugikan kedua belah pihak kan jadinya? Si cewek dan si cowok (dalam post ini saya mengambil contoh kasus untuk pasangan pada umumnya ya).

Ditambah lagi dengan sifat dasar manusia yang doyan bikin asumsi (saya juga lho). Dengan gampangnya mereka berfikir kalau itu cewek tuh 'berat' padahal, belum tentu juga kan? Kalau mereka udah males duluan dengan hidupnya si cewek itu yang katanya 'berat' ya gimana mau tau ke belakang-belakangnya? (Hiks !)

Ya kalau mau dipandang pake perspektif Hak Asasi Manusia (jadi ketularan teman saya itu deh) sih, mau laki-laki, perempuan, transgender, anonim, biseksual, atau apapun, ya nggak berhak juga ngebentuk-bentuk orang lain. Apalagi, cuma buat kenyamanan pribadi. Itu jelas merampas Hak Asasi seseorang untuk bebas berekspresi dan jadi diri sendiri.

Nah, ini pesan juga nih buat teman-teman (termasuk saya sendiri) yang lagi cari pacar, jangan 'rendahin' diri kamu serendah-rendahnya sampai mau jadi apapun yang calon pacar kamu inginkan ya.

Dan buat yang beruntung sudah punya pacar, jangan mau juga ya dibentuk-bentuk semaunya sama pacar kamu. Sayang sih sayang, justru kalau sayang, terima kita apa adanya dong ! Ya kan?

Terus, buat yang tadinya suka berasumsi soal sifat seseorang. Di minimalisir yuk, jangan pukul rata sifat orang hanya berdasarkan jenis kelaminnya. Ingat, bahwa setiap orang di dunia ini tuh berbeda, nggak ada yang sama.




* Obrolan aslinya panjang lebar banget, proses berfikirnya juga. Jadi agak-agak di singkat dan edit dikit ya. Without change any red lines, surely :)

-NR-
Monday, December 20
4:08 PM










3 comments:

  1. yep, semuanya dimulai dari asumsi itu nies, huhu. Mari biasakan hidup no labelling :)

    wew, gw suka tambahan pesan dari lo, apalagi buat gw yang baru puny apacar, haha. yep, gw ya gw, dan gw akan tetep seperti ini. setidaknya saat gw berubah, gw akan melakukannya untuk diri gw sendiri :)

    ReplyDelete
  2. semua pelabelan gender itu musti didobrak, as i told you in our talk, emang sih secara biologis, perempuan ma laki-laki emang dibedain, tapi secara gender? wuih harus setara. Ini nih contohnya kalo gender belum setara, msh ada asumsi, yang kasian kan dua pihak. si cowok gak dapat kesempatan punya cewek hebat, dan si cewek tetep jomblo *sigh*

    HAHA

    ReplyDelete
  3. @dini berusaha adil dengan menyertakan yang udah punya pacar juga wkwkwk

    Yoi. banyak sih kasus berkaitan dengan gender yang bikin 'ribet' kayak masalah kerjaan. Inget juga tuh bahwa pekerjaan gak pernah punya jenis kelamin :D

    Wiiiih... iya ! dan yang jomblo itu GUE!

    HAHA

    ReplyDelete